Malam telah larut. Jarum jam sudah menunjuk angka satu dini hari. Saya terpaku di depan komputer. Di layar terpampang orang-orang yang duduk, juga kadang lalu-lalang. Di headphone saya, suasana tak seperti layaknya jam satu malam. Suara gitar, nyanyian, tawa, dan canda teriring musik, saling tindih satu sama lain, seolah berusaha menepis kegelisahan di sanubari masing-masing. Terhubung melalui Skype, saya menunggu kabar melalui sekretariat Mahitala-Unpar, Bandung, dari orang-orang Indonesia pertama yang akan menapakkan kaki di puncak Gunung Vinson, gunung tertinggi di lempeng Benua Antartika.
Antartika merupakan benua terdingin, terkering, sering diembus angin kencang, juga mengandung es terbanyak di Bumi. Pada tanggal 21 Juli 1983, Vostok Station—sebuah stasiun milik Rusia yang terletak di tengah lempeng es Antartika Timur—mencatat temperatur terendah di muka Bumi, yaitu dengan kisaran -89,2 derajat Celcius. Dibangun sejak tahun 1957, stasiun itu mengadakan penelitian utama bekerjasama dengan pihak Prancis serta Amerika. Para peneliti melakukan pemboran menuju inti es, menembus lapisan sedalam 3,711 kilometer, guna memperoleh catatan iklim dalam kurun waktu hampir setengah juta tahun yang lalu.
Angin juga tak ragu berlari sekencang-kencangnya di benua yang terletak di Kutub Selatan Bumi ini. Di Teluk Commonwealth, pantai George V, tenggara Kutub Selatan, angin pernah tercatat berembus dengan kecepatan 200 mil per jam atau 321 kilometer per jam. Benua ini juga disebut benua terkering, karena hanya memiliki curah hujan rata-rata 50mm per tahun (bandingkan dengan Jakarta yang bisa memiliki curah hujan 100mm per dua jam, yang mengakibatkan munculnya banyak genangan pada tanggal 25 Oktober silam). Lapisan es paling tebal pun ditemukan di Wilkes Land yang lokasinya tak jauh dari Commonwealth Bay, dengan kedalaman 4,776 kilometer.
Bertolak dari Jakarta pada tanggal 28 November 2010, empat orang mahasiswa serta seorang alumni Unpar bertolak ke titik tertinggi Benua Antartika, yaitu Gunung Vinson yang memiliki ketinggian 4.892 meter di atas permukaan laut, sebagai salah satu upaya untuk menyambangi tujuh puncak tertinggi di tujuh lempengan benua planet ini.
Sempat tertahan di Union Glacier atau Patriot Hills (tempat pertama kali mereka mendarat di benua ini) selama satu malam, serta di salah satu titik pemberhentian saat menuju puncak, yaitu Vinson Base Camp selama 3 malam karena cuaca buruk, melalui cybercast yang diluncurkan oleh AAI (Alpine Ascent International) pada pukul 4.30 dini hari (sekitar pukul 18.30 waktu setempat), ternyata saat ini mereka masih menunggu agar cuaca menjadi lebih bersahabat, untuk melakukan pendakian akhir ke puncak. Semoga saja cuaca menjadi ramah, hingga malam berikutnya sang Merah Putih dapat menari-nari bersama angin untuk pertama kalinya di titik tertinggi Benua Antartika.
Dari berbagai sumber.
Posted by Titania Febrianti on December 14, 2010
souerce : http://notasijelajah.blog.nationalgeographic.co.id
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Archive
-
▼
2011
(325)
-
▼
March 2011
(231)
-
▼
Mar 13
(25)
- Kecepatan download dari masa ke masa
- 5 ancaman keamanan internet di 2011
- Antartika, Benua Terdingin di Bumi
- Go Green...HUTAN HIJAU
- Gunung Api Tidur Diperkirakan Bangun Lebih Cepa...
- Dengarlah Lalat Bernyanyi Lagu CintaOleh Alex P...
- Crop Circle
- Fenomena Planet HOT
- Pluto berlaut..?
- Cincin Saturnus
- Wikileaks
- Cara mudah menunjukkan arah
- Galaksi Andromeda
- Sudah diprediksi Ilmuwan Jerman
- Yogyakarta-Indonesia Crop Circle
- Lebih dekat Yogyakarta crop circle
- Headline International of Crop Circle in Indonesia
- Crop Circle News From FOXNEWS.COM
- Indonesia Perkusi
- Dinilai UNESCO keren nih
- Waw,bagi yang geli nih..hehe
- Berjabat tangan punya makna ternyata
- Apakah ini suatu kelebihan atau kelainan...?
- jam Big ben di London - Inggris,ada saudaranya...h...
- Barongsai Dancing on River,Sukabumi - Jawa Barat
-
▼
Mar 13
(25)
- ► August 2011 (2)
- ► September 2011 (1)
- ► October 2011 (4)
-
▼
March 2011
(231)
No comments:
Post a Comment