Visit My Awesome Photo's Galleries Other World's, Click Here to see!

Search This Blog

Saturday, May 21, 2011

Tarian Kolosal Matah Ati: Dari Lembaran Sejarah ke Panggung Spektakuler di Teater Jakarta

Ditulis 14 May 2011 pukul 21:42
Pertunjukan tari kolosal Matah Ati akhirnya berlangsung juga di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta setelah sebelumnya mendulang kesuksesan di Singapura tahun 2010. Tampil dalam pertunjukan khusus di depan penonton 12 Mei 2011 lalu, Matah Ati menambatkan kekaguman bagi penonton selama satu setengah jam pertunjukan yang mengagumkan. Pertunjukan tarian kolosal ini seakan menyajikan kembali sebagian kecil sejarah Indonesia ke pentas panggung yang spektakuler.
Logo Istana Mangkunegaran sebagai tirai panggung menyambut penonton yang mengisi kursi di Teater Jakarta. Lampu-lampu mulai diredupkan dan sebuah lampu menyorot ke arah seorang wanita muda yang sedang duduk anggun di tepi pangung melantunkan prolog cerita. Kemudian, tirai dibentuk seperti trapesium 15 derajat, sangat menakjubkan.  Sekelompok wanita Mangkunegaran berdiri diiringi kemegahan musik gamelan, pintu utama kemudian terbuka menampilkan raja dan keluarga kerajaan, kemudian pementasan sejarah epik ini pun dimulai.
Adegan pertama mengilustrasikan mimpi dan keinginan Rubiyah, seorang penari muda miskin yang berharap menjadi bagian keluarga kerajaan. Aura mistis terasa ketika empat wanita muda bejalan di sekitar panggung  membawa kemenyan dan secara bersamaan membacakan mantra yang berbeda. Ketika Rubiyah bergerak ke arah depan panggung, untaian indah bunga melati sepanjang 10 meter ditarik ke belakang sebagai tanda mimpi dan keinginan yang hilang dan meninggalkan penonton dengan kekaguman.
Desa Matah yang hidup damai ditunjukkan para penari dan nyayian lagu trasional anak-anak seperti yo pro konco dan cublek-cublek suweng. Penampilan pertama diakhiri kehadiran Raden Mas Siad saat bertemu pertama kali dengan si cantik Rubiyah.
Adegan kedua dimulai saat Raden Mas Said melakukan tapa brata atau ritual melalui perpaduan gerakan tradisional dan modern. Tiga orang wanita muda cantik mencoba mengganggu namun tidak berhasil. Kemudian, Raden Mas Said memasuki sebuah mimpi saat bertemu seorang wanita yang menarik perhatiannya. Adegan kedua menampilkan tarian Sumpah Pamoring kawula yang berbunyi ” Tiji Tibeh, Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh” (mati satu mati semua, hidup satu hidup semua) serta Kolonialisme Belanda yang menimbulkan perang saudara di Surakarta.
Dalam adegan ketiga sebuah tarian cambuk kontemporer unik diperagakan dua tentara pro-Belanda yang melambangkan kesombongan dan pengaruh kolonial. Tarian memikat ini kemudian mendapat sambutan tepuk tangan meriah dari penonton.
Adegan keempat menunjukan dimana Raden Massaid melihat cahaya dari seorang penonton wanita yang tertidur selama pertunjukan Wayang Kulit. Dia kemudian meninggalkan ikat kepala untuk wanita muda tersebut dan yakin bahwa dia adalah gadis yang masuk dalam mimpinya. Pertunjukan wayang kulit tersebut digambarkan dalam aksiteatrikal spektakuler dan digitalisasi layar.
Adegan kelima banyak diisi adegan lucu dari empat wanita tua yang menggambarkan petani Desa Matah. Dengan menggunakan bahasa Jawa, Bahasa Indonesia dan bahkan bahasa Inggris, mereka menyampaikan pesan yang ingin disampaikan kepada penguasa. Adegan kelima memperagakan kedatangan Rubiyah ke istana dan pelantikannya sebagai komandan tentara wanita yang berani dan diberi nama ‘Matah Ati’
Tarian budaya yang mistis dan elegan ditampilkan pada adegan keenam sebagai sebuah ekspresi jiwa yang bersiap untuk berperang serta keinginan untuk mati di medan perang.
Puncak perang ditampilkan pada adegan ketujuh, dimana Raden Mas Said dan Matah Ati sukses memimpin pasukan mereka meraih kemenangan besar. Akan tetapi, pada saat yang sama berkabung karena pasukan yang mereka kalahkan adalah saudara dan saudari mereka sendiri. Adegan yang dilakukan dengan beberapa koreografi canggih dan spektakuler melibatkan kelompok besar penari sesuai latar belakang musik gamelan kolosal.
Penutupan tarian ini ada di adegan kedelapan dimana pesta dan perayaan diadakan sebagai peringatan kemenangan besar dan pada saat yang sama juga sebagai pemersatu kasih Raden Mas Said dan Matah Ati melalui pernikahan. Perjalanan melalui cinta dan perang akhirnya berakhir saat adegan Raden Mas Said dan Matah Ati terlibat dalam percintaan yang melambangkan awal Dinasti Mangkunegaran.
Pertunjukan ‘Matah Ati’ berangkat dari konsep ‘Langendriyan’ yang lahir di Istana Mangkunegaran pada masa Mangkunegoro ke IV.  Menyajikan tarian klasik dalam gaya tari Mangkunegaran serta menggunakan tembang-tembang Jawa sebagai ekspresi pertunjukan.
Secara keseluruhan pertunjukan spektakuler ini merupakan salah satu pertunjukan yang membawa penontonya menemukan kembali sebagian kecil budaya Indonesia yang kaya.
Liputan khusus Indonesia.travel

source : http://www.indonesia.travel/id/news/detail/370/tarian-kolosal-matah-ati-dari-lembaran-sejarah-ke-panggung-spektakuler-di-teater-jakarta

No comments:

Post a Comment