Peta penyebaran agama di Indonesia.
Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia,
Pancasila: “KeTuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di
Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap
politik,
ekonomi dan
budaya.
[1] Di tahun
2010, kira-kira 85,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk
Islam, 9,2%
Protestan, 3,5%
Katolik, 1,8%
Hindu, dan 0,4% Buddha.
[2]
Dalam
UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya".
[3] Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan
Khonghucu.
[4][5]
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan.
Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
[6]
Jalur Sutra, yang menghubungkan antara India dan Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum
pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan
kultur di dalam negeri dengan pendatang dari
India,
Tiongkok,
Portugal,
Arab, dan
Belanda.
[7] Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di
Indonesia
Hindu dan Buddha telah dibawa ke Indonesia sekitar abad kedua dan abad keempat Masehi ketika pedagang dari India datang ke
Sumatera,
Jawa dan
Sulawesi, membawa agama mereka. Hindu mulai berkembang di pulau Jawa pada abad kelima Masehi dengan kasta Brahmana yang memuja
Siva. Pedagang juga mengembangkan ajaran Buddha pada abad berikut lebih lanjut dan sejumlah ajaran Buddha dan Hindu telah memengaruhi kerajaan-kerajaan kaya, seperti
Kutai,
Sriwijaya,
Majapahit dan
Sailendra.
[8] Sebuah candi Buddha terbesar di dunia,
Borobudur, telah dibangun oleh Kerajaan Sailendra pada waktu yang sama, begitu pula dengan candi Hindu,
Prambanan juga dibangun. Puncak kejayaan Hindu-Jawa, Kerajaan Majapahit, terjadi pada abad ke-14 M, yang juga menjadi zaman keemasan dalam sejarah Indonesia.
[9]
Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-7 melalui pedagang Arab. Islam menyebar sampai pantai barat Sumatera dan kemudian berkembang ke timur pulau Jawa. Pada periode ini terdapat beberapa kerajaan Islam, yaitu kerajaan
Demak,
Pajang,
Mataram dan
Banten. Pada akhir abad ke-15 M, 20 kerajaan Islam telah dibentuk, mencerminkan dominasi Islam di Indonesia.
Kristen
Katolik dibawa masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis, khususnya di pulau
Flores dan
Timor.
[10]
Kristen
Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M dengan pengaruh ajaran
Calvinis dan
Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang Belanda, termasuk
Maluku,
Nusa Tenggara,
Papua dan
Kalimantan. Kemudian, Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai
Borneo, kaum
misionarispun tiba di
Toraja,
Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target para misionaris ketika itu, khususnya adalah orang-orang
Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi pemeluk Protestan.
[11]
Perubahan penting terhadap agama-agama juga terjadi sepanjang era
Orde Baru.
[12] Antara tahun
1964 dan
1965, ketegangan antara
PKI dan pemerintah Indonesia, bersama dengan beberapa organisasi, mengakibatkan terjadinya konflik dan pembunuhan terburuk di abad ke-20.
[13] Atas dasar peristiwa itu, pemerintahan Orde Baru mencoba untuk menindak para pendukung PKI, dengan menerapkan suatu kebijakan yang mengharuskan semua untuk memilih suatu agama, karena kebanyakan pendukung PKI adalah
ateis.
[12] Sebagai hasilnya, tiap-tiap warganegara Indonesia diharuskan untuk membawa kartu identitas pribadi yang menandakan agama mereka. Kebijakan ini mengakibatkan suatu perpindahan agama secara massal, dengan sebagian besar berpindah agama ke Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Karena
Konghucu bukanlah salah satu dari status pengenal agama, banyak orang
Tionghoa juga berpindah ke Kristen atau Buddha.
[12]
[sunting] Enam agama utama di Indonesia
Berdasarkan
Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pasal 1, "Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)".
[14]
Indonesia merupakan negara dengan penduduk
Muslim terbanyak di dunia, dengan 85% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran
Islam.
[15] Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di
Jawa dan
Sumatera. Sedangkan di wilayah timur Indonesia, persentase penganutnya tidak sebesar di kawasan barat.
[16] Sekitar 98% Muslim di Indonesia adalah penganut aliran
Sunni.
[17] Sisanya, sekitar dua juta pengikut adalah
Syiah (di atas satu persen), berada di Aceh.
[17]
Sejarah Islam di Indonesia sangatlah kompleks dan mencerminkan keanekaragaman dan kesempurnaan tersebut kedalam kultur.
[16] Pada abad ke-12, sebagian besar pedagang orang Islam dari
India tiba di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Hindu yang dominan beserta kerajaan Buddha, seperti
Majapahit dan
Sriwijaya, mengalami kemunduran, dimana banyak pengikutnya berpindah agama ke Islam. Dalam jumlah yang lebih kecil, banyak penganut Hindu yang berpindah ke
Bali, sebagian Jawa dan Sumatera.
[16] Dalam beberapa kasus, ajaran Islam di Indonesia dipraktikkan dalam bentuk yang berbeda jika dibandingkan dengan Islam daerah
Timur Tengah.
Ada pula sekelompok pemeluk
Ahmadiyah yang kehadirannya belakangan ini sering dipertanyakan. Aliran ini telah hadir di Indonesia sejak
1925. Pada
9 Juni 2008, pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah surat keputusan yang praktis melarang Ahmadiyah melakukan aktivitasnya ke luar. Dalam surat keputusan itu dinyatakan bahwa Ahmadiyah dilarang menyebarkan ajarannya.
[18]
[sunting] Kristen Protestan
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial
Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia.
[19]Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari
Eropa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat
Papua dan lebih sedikit di kepulauan
Sunda.
[20] Pada 1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara.
[20] Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota.
Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh, di pulau
Sulawesi, 97% penduduknya adalah Protestan, terutama di
Tana Toraja,
Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Utara. Sekitar 75% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan
desa atau
kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, tergantung pada keberhasilan aktivitas para misionaris.
[21]
Di Indonesia, terdapat dua provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu
Papua,dan
Sulawesi Utara dengan 90% - 94% dari jumlah penduduk. Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli. Di Sulawesi Utara, kaum
Minahasa, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-18.
[22] Saat ini, kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau
Jawa dan
Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Sepuluh persen lebih-kurang; dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen Protestan.
Seorang perempuan Hindu Bali sedang menempatkan sesajian di tempat suci keluarganya
Kebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama
Buddha,
[23] yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti
Kutai,
Mataram dan
Majapahit. Candi
Prambanan adalah kuil Hindu yang dibangun semasa kerajaan Majapahit, semasa dinasti Sanjaya. Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M, ketika kerajaan Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal sebagai periode Hindu-Indonesia, bertahan selama 16 abad penuh.
[24]
Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di dunia.
[25]Sebagai contoh, Hindu di Indonesia, secara formal ditunjuk sebagai agama
Hindu Dharma, tidak pernah menerapkan sistem kasta. Contoh lain adalah, bahwa
Epos keagamaan Hindu
Mahabharata (Pertempuran Besar Keturunan Bharata) dan
Ramayana (Perjalanan Rama), menjadi tradisi penting para pengikut Hindu di Indonesia, yang dinyatakan dalam bentuk
wayang dan pertunjukan tari. Aliran Hindu juga telah terbentuk dengan cara yang berbeda di daerah pulau
Jawa, yang jadilah lebih dipengaruhi oleh versi Islam mereka sendiri, yang dikenal sebagai
Islam Abangan atau Islam Kejawen.
[26]
Semua praktisi agama Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak orang umum, kebanyakan adalah Lima Filosofi:
Panca Srada.
[27] Ini meliputi kepercayaan satu Yang Maha Kuasa
Tuhan, kepercayaan di dalam jiwa dan semangat, serta
karma atau kepercayaan akan hukuman tindakan timbal balik. Dibanding kepercayaan atas siklus kelahiran kembali dan
reinkarnasi, Hindu di Indonesia lebih terkait dengan banyak sekali yang berasal dari nenek moyang
roh. Sebagai tambahan, agama Hindu disini lebih memusatkan pada
seni dan
upacara agama dibanding
kitab,
hukum dan kepercayaan.
[25]
Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2006 adalah 6,5 juta orang),
[28] sekitar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan nomor empat terbesar. Namun jumlah ini diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia,
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). PHDI memberi suatu perkiraan bahwa ada 18 juta orang penganut Hindu di Indonesia.
[29] Sekitar 93 % penganut Hindu berada di
Bali. Selain Bali juga terdapat di
Sumatera,
Jawa,
Lombok, dan pulau
Kalimantan yang juga memiliki populasi Hindu cukup besar, yaitu di
Kalimantan Tengah, sekitar 15,8 % (sebagian besarnya adalah Hindu
Kaharingan, agama lokal
Kalimantan yang digabungkan ke dalam agama Hindu).
Bhikku Buddha melakukan ritual keagamaan mereka di
Borobudur Buddha merupakan agama tertua kedua di
Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi.
[30]Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu, sejumlah kerajaan Buddha telah dibangun sekitar periode yang sama. Seperti kerajaan
Sailendra,
Sriwijaya dan
Mataram. Kedatangan agama Buddha telah dimulai dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad pertama melalui
Jalur Sutra antara
India dan Indonesia.
[31] Sejumlah warisan dapat ditemukan di Indonesia, mencakup
candi Borobudur di
Magelang dan patung atau prasasti dari sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.
Mengikuti kejatuhan Soekarno pada pertengahan tahun 1960-an, dalam
Pancasila ditekankan lagi pengakuan akan satu Tuhan (
monoteisme).
[32] Sebagai hasilnya, pendiri Perbuddhi (Persatuan Buddha Indonesia), Bhikku Ashin Jinarakkhita, mengusulkan bahwa ada satu
dewata tertinggi, Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan sejarah di belakang versi Buddha Indonesia di masa lampau menurut teks
Jawa kuno dan bentuk candi Borobudur.
Menurut sensus nasional tahun 1990, lebih dari 1% dari total penduduk Indonesia beragama Buddha, sekitar 1,8 juta orang.
[30] Kebanyakan penganut agama Buddha berada di
Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti
Riau,
Sumatra Utara dan
Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat agama
Konghucu dan
Taoisme tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia, sehingga dalam sensus diri mereka dianggap sebagai penganut agama Buddha.
[30]
[sunting] Kristen Katolik
[sunting] Umat Katolik Perintis di Indonesia: 645 - 1500
Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto. Untuk mengerti fakta ini perlulah penelitian dan rentetan berita dan kesaksian yang tersebar dalam jangka waktu dan tempat yang lebih luas. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku "Daftar berita-berita tentang Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya". yang memuat berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia, Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia.
Dengan terus dilakukan penyelidikan berita dari Abu Salih al-Armini kita dapat mengambil kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia. Di Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan Murni Maria (
Gereja Katolik Indonesia seri 1, diterbitkan oleh KWI)
[sunting] Awal mula: abad ke-14 sampai abad ke-18
Dan selanjutnya abad ke-14 dan ke-15 entah sebagai kelanjutan umat di Barus atau bukan ternyata ada kesaksian bahwa abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan.
Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
[20]
Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik Roma di Indonesia, dimulai dari kepulauan
Maluku pada tahun
1534. Antara tahun
1546 dan
1547, pelopor misionaris Kristen,
Fransiskus Xaverius, mengunjungi pulau itu dan membaptiskan beberapa ribu penduduk setempat.
[33]
Pada abad ke-16, Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruhnya di Manado & Minahasa, salah satunya adalah menyebarkan agama Kristen Katolik namun hal tersebut tidak bertahan lama sejak VOC berhasil mengusir Spanyol & Portugis dari Sulawesi Utara. VOC pun mulai menguasai Sulawesi Utara, untuk melindungi kedudukannya di Maluku.
Selama masa VOC, banyak praktisi paham Katolik Roma yang jatuh, dalam hal kaitan kebijakan VOC yang mengkritisi agama itu. Yang paling tampak adalah di
Sulawesi Utara,
Flores dan
Timor Timur.
Pada tahun 2006, 3% dari penduduk Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para penganut
Protestan. Mereka kebanyakan tinggal di Papua dan Flores.
Agama
Konghucu berasal dari
Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan
Nusantara.
[4] Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada kode etik melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan sosial. Di era 1900-an, pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut
Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di Batavia (sekarang
Jakarta).
Setelah kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia terikut oleh beberapa huru-hara politis dan telah digunakan untuk beberapa kepentingan politis. Pada 1965,
Soekarno mengeluarkan sebuah keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, di mana agama resmi di Indonesia menjadi enam, termasuklah Konghucu.
[4] Pada awal tahun 1961, Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia (PKCHI), suatu organisasi Konghucu, mengumumkan bahwa aliran Konghucu merupakan suatu agama dan
Confucius adalah
nabi mereka.
Tahun 1967, Soekarno digantikan oleh
Soeharto, menandai era
Orde Baru. Di bawah pemerintahan Soeharto, perundang-undangan anti Tiongkok telah diberlakukan demi keuntungan dukungan politik dari orang-orang, terutama setelah kejatuhan
PKI, yang diklaim telah didukung oleh Tiongkok.
[4] Soeharto mengeluarkan instruksi presiden No. 14/1967, mengenai kultur Tionghoa, peribadatan, perayaan Tionghoa, serta menghimbau orang Tionghoa untuk mengubah nama asli mereka. Bagaimanapun, Soeharto mengetahui bagaimana cara mengendalikan
Tionghoa Indonesia, masyarakat yang hanya 3% dari populasi penduduk Indonesia, tetapi memiliki pengaruh dominan di sektor perekonomian Indonesia.
[34] Di tahun yang sama, Soeharto menyatakan bahwa “Konghucu berhak mendapatkan suatu tempat pantas di dalam negeri” di depan konferensi PKCHI.
[4]
Pada tahun 1969, UU No. 5/1969 dikeluarkan, menggantikan keputusan presiden tahun 1967 mengenai enam agama resmi. Namun, hal ini berbeda dalam praktiknya. Pada 1978, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan bahwa hanya ada lima agama resmi, tidak termasuk Konghucu.
[4] Pada tanggal 27 Januari 1979, dalam suatu pertemuan kabinet, dengan kuat memutuskan bahwa Konghucu bukanlah suatu agama. Keputusan Menteri Dalam Negeri telah dikeluarkan pada tahun 1990 yang menegaskan bahwa hanya ada lima agama resmi di Indonesia.
Karenanya, status Konghucu di Indonesia pada era Orde Baru tidak pernah jelas.
De jure, berlawanan hukum, di lain pihak hukum yang lebih tinggi mengizinkan Konghucu, tetapi hukum yang lebih rendah tidak mengakuinya.
De facto, Konghucu tidak diakui oleh pemerintah dan pengikutnya wajib menjadi agama lain (biasanya
Kristen atau
Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan mereka. Praktik ini telah diterapkan di banyak sektor, termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan kewarga negaraan di Indonesia yang hanya mengenalkan lima agama resmi.
[4]
Setelah
reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto,
Abdurrahman Wahid dipilih menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut instruksi presiden No. 14/1967 dan keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 1978. Agama Konghucu kini secara resmi dianggap sebagai agama di Indonesia. Kultur Tionghoa dan semua yang terkait dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk dipraktekkan. Warga Tionghoa Indonesia dan pemeluk Konghucu kini dibebaskan untuk melaksanakan ajaran dan tradisi mereka.
[sunting] Agama dan kepercayaan lainnya
Beberapa agama dan kepercayaan yang ada di
Indonesia:
Terdapat komunitas kecil
Yahudi yang tidak diakui di
Jakarta dan
Surabaya. Pendirian Yahudi awal di kepulauan ini berasal dari Yahudi Belanda yang datang untuk berdagang rempah. Pada tahun
1850-an, sekitar 20 keluarga Yahudi dari
Belanda dan
Jerman tinggal di
Jakarta (waktu itu disebut Batavia). Beberapa tinggal di
Semarang dan Surabaya. Beberapa
Yahudi Baghdadi juga tinggal di pulau ini. Pada tahun
1945, terdapat sekitar 2.000 Yahudi Belanda di
Indonesia. Pada tahun
1957, dilaporkan masih ada sekitar 450 orang Yahudi, terutama
Ashkenazim di Jakarta dan
Sephardim di Surabaya. Komunitas ini berkurang menjadi 50 pada tahun 1963. Pada tahun 1997, hanya terdapat 20 orang Yahudi, beberapa berada di Jakarta dan sedikit keluarga Baghdadi di Surabaya.
[35]
Yahudi di Surabaya memiliki
sinagoga. Mereka hanya sedikit hubungan dengan Yahudi di luar Indonesia. Tidak ada pelayanan yang diberikan pada sinagoga.
[36] Sinagoga ini telah ditutup oleh umat Muslim yang menentang
Perang Gaza 2008-2009.
[37] Satu-satunya sinagoga yang masih tersisa terletak di luar kota
Manado, yang hanya dihadiri oleh sekitar 10 orang saja.
[37]
Di Indonesia hadir sejumlah pemeluk agama
Baha'i. Berapa jumlah mereka sebenarnya tidak diketahui dengan pasti karena seringkali mereka mengalami tekanan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya.
[38] Salah satu penganut agama
Baha'i yang diketahui secara terbatas adalah belasan penganut di sebuah wilayah di
Kota Samarinda,
Kalimantan Timur.
[sunting] Kristen Ortodoks
Meskipun Kristen Ortodoks sudah hadir di Indonesia melalui kaum Non-Kalsedon di Sumatera pada
abad ke-7, baru pada abad ke-20 Gereja ini hadir dengan resmi. Ada dua kelompok Ortodoks di Indonesia, yaitu
Gereja Ortodoks Yunani,
[39] dan
Gereja Ortodoks Siria yang berkiblat ke
Antiokhia.
[40]
[sunting] Hubungan antar agama
Walaupun pemerintah
Indonesia mengenali sejumlah agama berbeda, konflik antar agama kadang-kadang tidak terelakkan. Di masa Orde Baru,
Soeharto mengeluarkan perundang-undangan yang oleh beberapa kalangan dirasa sebagai anti Tionghoa. Presiden Soeharto mencoba membatasi apapun yang berhubungan dengan budaya Tionghoa, mencakup nama dan agama.
[41] Sebagai hasilnya,
Buddha dan
Khonghucu telah diasingkan.
Antara 1966 dan 1998, Soeharto berikhtiar untuk de-Islamisasi pemerintahan, dengan memberikan proporsi lebih besar terhadap orang-orang Kristen di dalam kabinet.
[42] Namun pada awal
1990-an, isu
Islamisasi yang muncul, dan militer terbelah menjadi dua kelompok, nasionalis dan Islam.
[42] Golongan Islam, yang dipimpin oleh Jenderal Prabowo, berpihak pada Islamisasi, sedangkan Jenderal Wiranto dari golongan nasionalis, berpegang pada negara sekuler.
Semasa era
Soeharto, program
transmigrasi di
Indonesia dilanjutkan, setelah diaktifkan oleh pemerintahan
Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Maksud program ini adalah untuk memindahkan penduduk dari daerah padat seperti pulau
Jawa,
Bali dan
Madura ke daerah yang lebih sedikit penduduknya, seperti
Ambon, kepulauan
Sunda dan
Papua. Kebijakan ini mendapatkan banyak kritik, dianggap sebagai kolonisasi oleh orang-orang
Jawa dan
Madura, yang membawa agama
Islam ke daerah non-
Muslim.
[6] Penduduk di wilayah barat Indonesia kebanyakan adalah orang Islam dengan
Kristen merupakan minoritas kecil, sedangkan daerah timur, populasi Kristen adalah sama atau bahkan lebih besar dibanding populasi orang Islam. Hal ini bahkan telah menjadi pendorong utama terjadinya konflik antar
agama dan
ras di wilayah timur
Indonesia, seperti kasus
Poso di tahun 2005.
Pemerintah telah berniat untuk mengurangi konflik atau ketegangan tersebut dengan pengusulan kerjasama antar agama.
[43] Kementerian Luar Negeri, bersama dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia,
Nahdlatul Ulama, yang dipegang oleh Sarjana Islam Internasional, memperkenalkan ajaran Islam moderat, yang mana dipercaya akan mengurangi ketegangan tersebut.
[43] Pada
6 Desember 2004, dibuka konferensi antar agama yang bertema “Dialog Kooperasi Antar Agama: Masyarakat Yang Membangun dan Keselarasan”. Negara-negara yang hadir di dalam konferensi itu ialah negara-negara anggota
ASEAN,
Australia,
Timor Timur,
Selandia Baru dan
Papua Nugini, yang dimaksudkan untuk mendiskusikan kemungkinan kerjasama antar kelompok agama berbeda di dalam meminimalkan konflik antar agama di Indonesia.
[43] Pemerintah Australia, yang diwakili oleh menteri luar negerinya,
Alexander Downer, sangat mendukung konferensi tersebut.
Kepercayaan terhadap benda mati (
animisme) di Indonesia sama dengan penyembah benda mati di dunia lainnya, yang mana, suatu kepercayaan terhadap objek tertentu, seperti pohon, batu atau orang-orang. Kepercayaan ini telah ada dalam sejarah Indonesia yang paling awal, di sekitar pada abad pertama, tepat sebelum Hindu tiba Indonesia.
[44] Lagipula, dua ribu tahun kemudian, dengan keberadaan Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu dan agama lainnya, penyembah benda mati masih tersisa di beberapa wilayah di Indonesia. Bagaimanapun, kepercayaan ini tidak diterima sebagai agama resmi di Indonesia, sebagaimana dinyatakan di dalam
Pancasila bahwa kepercayaan itu pada Ketuhanan Yang Maha Esa atau monoteisme.
[44] Penyembah benda mati, pada sisi lain tidak percaya akan dewa tertentu.
[sunting] Daftar kepribadian agama